MENUJU LEADERSHIP MASA KINI

Judul : Prophetic Leadership
Penulis : Rachmat Ramadhana al-Banjari
Penerbit : Diva Press, Jogjakarta
Cetakan : I, Mei 2008
Tebal : 406 halaman

Tak banyak, karya tulis yang mengkaji secara komprehensif tentang leadership bangsa Indonesia. Berbagai tipe-tipe pemimpin telah banyak yang berbeda dengan bayangan para masyarakat. Negara ini membutuhkan pemimpin yang berjiwa sempurna, yakni yang amanah, tanggung jawab, profesional, dan adil sebagaimana yang dicirikan oleh basis utama figur pilar kenabian.

Sementara dari sekian karya yang ada, kebanyakan berbau politik atau yang berbau perebutan kepemimpinan, tidak yang berbau bagaimana menjadi pemimpin yang bijaksana. Sikap yang nampak pada negara ini adalah bendera-bendera perebutan kekuasaan, tidak bendera kedamaian yang bijak. Lambang kepemimpinan yang diajukan tidak dibina sebagaimana membina suara dukungan terbanyak untuk memenangkan suara rakyat.

Karya Prophetic Leadership mengajarkan para calon pemimpin negeri ini menuju leadership masa kini, dengan penuh ciri khas kepribadian para pemimpin berbasis spiritualitas dan berpotensi yang karismatik sebagai pemimpin yang dibangggakan bangsa Indonesia. Penjelasan tentang potensi yang menghadirkan kepemimpinan partisipatik, karismatik dan prophetic menghadirkan model tatanan negara yang bernuasa kesejahteraan, inilah suatu harapan.

Semestinya, jika memang seorang atau kelompok dari partai politik, tidak bisa memenuhi kriteria pemimpin yang partisipatik, karismatik dan prophetic. Hendaklah intropeksi diri, kepemimpinan bukanlah suatu hal muda, amanah yang terkandung di dalamnya menjadi kewajiban seorang pemimpin. Perilaku dari segala perbuatan di alam ketika periode kekhalifaannya, akan diabadikan dalam buku sang Kuasa.

Pada saat ini, Indonesia dihinggapi krisis multidimensi, salah satunya adalah kekurangan pemimpin yang partisipatik, karismatik dan prophetic. Banyak kalangan yang menawarkan pendapat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa ini. Secara progresif, berdasarkan paradigma ke-Islam-an, kenabian dan ketuhanan serta berfalsafah ke-pancasila-an diperoleh berbagai tipologi pemimpin partisipatik, karismatik dan prophetic. Dengan demikian, diharapkan dapat tumbuh kepribadian para pemimpin keluarga, organisasi, lembaga, masyarakat, umat, bangsa dan negara yang bertanggung jawab, profesional, berakhlak ketuhanan, dan berkarisma kenabian dalam dirinya yang sempurna.

Bernegoisasi-lah dalam diri, ketika seorang terjun dalam dunia politik atau organisasi, ada kemungkinan dirinya akan dibayangi kecintaan untuk memperoleh kedudukan dan jabatan duniawi. Dari bayangan ini membawa seseorang melanggar norma-norma agama, norma-norma susila, kecurangan dan tipu muslihat akan dilakukannya demi tercapai kedudukan. Seperti terasa paling semarak di periode pemilihan kepemimpinan saat ini, orang yang cenderung saperti itu, akan kehilangan sifat dan sikap tulus pada diri maupun lingkungannya. Itu hanya demi kepentingan pribadinya semata.

Ciri karismatik yang mengikat pola pikir keyakinan orang lain terhadap pemimpin pantas dimiliki oleh setiap pemimpin. Terlebih etika, moral dan norma dalam bertindak dalam hariannya. Sehingga di sepanjang sejarah, pemimpin akan dapat merasakan pancaran karismatik dan menjadikannya sebagai teladan dalam kehidupan. Tidak arogan yang dipancarkan dari dirinya, karena dengan arogan orang akan kehilangan ciri kekarismatikkan seseorang.

Karismatik, menurut teori kepemimpinan ada yang diperoleh secara tradisional yakni diperoleh dari warisan atau keturunan seperti raja-raja, rasional yakni diperoleh berdasarkan ilmu pengetahuan dan akal pikiran seperti kepemimpinan seorang sarjana, dan spiritual yang diperoleh dari kehebatan jiwa, keberanian, ketekunan dan kebesaran spiritualitas pada Tuhannya. Semua ini wakil dari Prophetic Leadership yang bisa dicapai seorang pemimpin.

Tetapi perlu diingat, dalam kehidupan ini setiap insan diberi cobaan atau ujian serta godaan-godaan berupa hawa nafsu. Orang sering kali tersesat dari jalan kebenaran disebabkan terpedayanya oleh godaan. Untuk itu, hanya orang yang memiliki katabahan dan kesabaranlah yang dapat lulus dan sukses dalam menghadapi ujian itu. Tentunya dengan ridha dari sang Pengusa Alam, sehingga sumber daya insasi bisa tumbuh kembang berkualitas di negeri ini.

Dengan adanya kemampuan mengembangkan sumber daya insani yang berkualitas (ketuhanan dan kenabian), maka akan lahirlah kader-kader bangsa yang cerdas, memilki kapabilitas, skill yang teruji, integritas diri yang kuat dan harmonis, eksistensi diri yang baik, dan kapribadian yang terbuka dan sadar sosial. Pengembangan sumber daya insani ini penting dilakukan oleh para pemimpin agar mereka tidak mengalami krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan, krisis multidimensi atau krisis-krisis lainya yang diketahui maupun yang tidak diketahui sewaktu-waktu dapat menyebabkam ketidakteraturan dan kekacauan, sehingga jati diri bangsa di ambang chaos.

Sebagai kaum beragama yang bertabiat universal, hendaklah membebaskan diri dari pola berkeyakinan yang lemah, pola berpikir yang negatif, pola berimajinasi yang buruk, pola berpenampilan yang urakan, dan pola berkarya yang asal-asalan. Jadi, hendaknya amanah hidup bukan dijadikan bahan rebutan kepentingan, tapi bahan rebutan amanah.

Idealnya sang pemimpin minimal tahu ke-karakteristik-an pemimpin yang dicontohkan dalam catatan Prophetic Leadership. Penataan kehidupan diri perlu dibina sebelum menjelang purnabakti, amanah yang dipikul, sementara untuk menjaga, dan merawat diri agar ia tetap selalu dalam kesucian, keindahan, keagungan, kemuliaan baik kesejahteraan.

Walhasil, karya bukan sekedar untuk perenungan dan evaluator leadership, tapi untuk mencapai leadership yang berprophetic dalam menyongsong masa kini yang cemerlang. Bukan suatu visi dan misi yang ada, tapi aksi yang perlu ada itulah sebagai bukti.

*) Bayu Tara Wijaya
Staff pada Institute of Studies, Research and Development for Student (ISRDs), Malang

dimuat di Duta Masyarakat, Minggu 13 Juli 2008

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.