Merintis Kembali Moderatisme Islam

Judul : Radikalisme Islam Nahdaltul Ulama; Masa Depan

Moderatisme Islam di Indonesia

Penulis : Drs. A Rubaidi, M.Ag.

Penerbit : Longung Pustaka, Jakarta

Cetakan : II, Mei 2008

Halaman : xviii + 180 halaman

Peresensi: Bayu Tara Wijaya


Dalam perjalanannya, antara Islam mainstream dan Islam non mainstream menjadi aktor perdebatan kental semenjak abad ke-18. Keduanya saling bermetamorfosis dalam bentuk varian-varian ragam warna organisasi aksi.

Fase-fase perkembangan didominasi Islam non mainstream dalam pasaran publik. Gerakan Islam non mainstream bukan hanya sekedar menjadi komunitas baru di Indonesia, tapi justru menjadi aktor penting, bagaimana Islam mengakar di publik dan sementara Islam mainstream atau Islam moderat semakin menipis.

Belakangan ini, suara dari kelompok Islam garis keras tampak mendominasi wacana politik, padahal jumlah pengikutnya tidaklah banyak dibanding pengikut Islam moderat. Oleh karena itu, merupakan tantanggan bagi Islam moderat untuk mengambil kembali intuitif yang selama masa kritis telah terlepas. (baca: gus dur 2001)

Islam yang sebelumnya telah mapan, ramah, toleransi menghargai tradisi budaya lokal dan moderat yang dilestarikan ulama tradisionalis. Pelestarian hakikat Islam tersebut melahirkan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai penjaga moderatisme dan pewaris Islam yang dikonstruksi oleh para Wali dan Sunan terdahulu.

Fenomena yang terjadi, Islam non mainstream telah mengadakan kampaye besar-besaran, bahkan dalam tubuh NU pun dimasuki oleh mereka. Sempat terekam oleh Pengurus Cabang NU dalam acara halaqoh se-Jawa Timur berbagai kasus ekspansi Islam non mainstream ke kantong-kantong warga NU yang berbentuk dialog-dialog yang menawarkan konsep doktrin pembelaan Islam. Bahkan dari pihak Islam mainstream pun ada beberapa yang beralih pihak ke Islam non mainstream.

Kondisi seperti ini mengkhawatirkan kondisi Islam mainstream di Tanah Air, khususnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Proposisi seperti ini, pada masa yang cukup jauh ke depan, sangat terbuka kemungkinan menjadi kenyataan. Lebih spesifik, eksistensi NU akan menjadi kenangan dalam catatan sejarah Islam di Indonesia. Kehadiran dan kelahiran NU sebagai organisasi para ulama di tengah-tengah masyarakat yang prural seperti di Indonesia. Awalnya memang NU merupakan impor dari Mesir, dalam rangka untuk merawat tradisi yang saat itu termakan oleh kalangan Islam non mainstream dan selain itu khittah NU mempererat hubungan horizontal kemasyarakatan.

Dari paparan Radikalisme Islam Nadhlatul Ulama, secara lengkap mengupas perjalanan Islam non mainstream sebagai varian organisasi ragam Islam baru. Organisasi ini merupakan tindak lanjutan dari gerakan wahabisme yang berlabelkan al-Qur’an dan as-Sunnah secara normatif-doktriner. Gerakan ini melakukan aksi-aksinya ketika pihak Islam mainstream, khususnya NU mengalami sweetening ideology. Di amana pengikut NU mulai mengkosongkan dirinya dengan mengisi kesimbukan yang berkepentingan politik dan disiplin keilmuan lainnya.

Secara lugas, juga dipaparkan eksplorasi pelacakan dari munculnya radikalisme yang berawal dari fundamentalisme wahabi yang diintrodusir dari tradisi “Barat” yang memicu kemerosotan Islam akibat penyimpangan-penyimpangan yang dikatakan bid’ah. Dasar landasan kemerosotan Islam dipengaruhui dua faktor, Pertama, karena sikap penguasa yang otoriter yang bersifat dehumanisme, apalagi tanpa berfikir untuk izzul Islam wa al-Muslimin yang memancing kemarahan rakyat yang disimboliskan melalui gerakan-gerakan Islam radikal ini. Sebab, dipihak lain Islam mainstream dalam banyak kasus tidak bisa control sosial.

Kedua, penetrasi ideology Barat yang dinilai tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai Islam sama sekali. Simbol Barat akhirnya dalam pandangan kelompok radikal Islam sebagai penyebab dari rusaknya sistema sosial-politik yang merugikan umat Islam pada umumnya.

Kedua faktor inilah yang perlu diakui oleh pihak Islam mainstream bahwa hal tersebut menjadikan mereka untuk lebih ekstra dalam menjaga keutuhan Islam yang moderat. Tentunya moderatisme Islam akan terbelenggu oleh semakin semarak aksi-aksi yang dilakukan oleh gerakan radikal Islam.

Dengan maraknya berbagai ragam gerakan radikal Islam ini, sendirinya akan mengancam eksistenasi terhadap kelompok gerakan lainya yang selama ini telah mapan, seperti NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi yang selama ini merancang agenda-agenda corak Islam yang ramah, toleran, dan moderat. Pada periode mendatang akan mengalami banyak tantangan.

Ini sebabnya, A Rubaidi mengantisipasi kepada para Islam ramah, toleran, dan moderat (Islam mainstream) untuk lebih menbaca fenomena gerakan-gerakan “bawah tanah”. Gerakan “bawah tanah” ini berambisi besar dengan proyeknya, yakni ragam Islam murni (purifikasi Islam). Purifikasi Islam ini berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Hadits dan tidak menerima praktek-praktek ajaran tasawuf dan fiqih yang dianggap oleh mereka sebuah bid’ah, tahayul, dan khurafat.

Beragam varian gerakan radikal Islam di Indonesia, dalam perkembangannya, terdapat dua bentuk berbeda dari gerakan Islam radikal di Indonesia.Pertama, gerakan Islam radikal yang masih dalam bentuk seperti yang berkembang di daerah asalnya. Kedua, gerakan Islam radikal yang sudah bermetamorfosis, meskipun secara ideologis sangat bersesuaian dengan gerakan Islam radikal transnasional di timur tengah.

Selain itu, tesis Radikalisme Islam Nahdlatul Ulama ini menjadi referensi bagi aktifis muda NU dalam mengambil keputusan dan langkah strategi perjuangan organisasi di masa depan. Walaupun tesis ini merupakan kajian dari fenomena-fenomena sosial yang terjadi tanpa adanya penelitian khusus. Namun tidak begitu diperdebatkan jika dari beberapa kalangan menganggap tesis ini kurang sesuai.

Walhasil, inilah tesis tentang masa depan moderatisme Islam di Indonesia yang terancam kelunturannya. Sebagai regulasi bagi aktifis muda yang memperjuangkan Islam mainstream akan lebih bisa mengambil kontribusi dari paparan tesis mengenai potret akar-akar radikalisme Islam.[]

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.