(Perlu) Animisme dalam Berpolitik

Mendengar kata “politik” sama halnya mendengar permainan di arena pertandingan sepak bola. Ada yang menang dan ada yang kalah. Misi kemenangan untuk sebuah pertandingan adalah wajar dimiliki oleh pemain pertandingan. Maka, sebut politik kita juga merupakan permainan di sebuah arena perpolitikan. Indonesia, penduduk terbesarnya ada di pulau Jawa, dan Jawa terkenal dengan masyarakat yang kental untuk percaya kekuatan alam yang memiliki kekuatan roh atau jiwa. Kepercayaan ini kita sebut dengan kekuatan “animisme”.

Tidak panjang lebar, tentunya kekuatan “animisme”, umum di pulau Jawa sering menggunakan mantera sebagai tameng supporter dalam pertandingan-pertandingan. Mantera yang sering muncul di masyarakat adalah pada pertandingan sepak bola, kadang juga pada pemilihan kepala desa, dan pertandingan-pertandingan yang lainnya. Sehingga, pertandingan-pertandingan itu bukanlah pertandingan antar lawan politik atau antar lawan calon kepala desa atau yang lainnya, tetapi antar lawan dukun (paranormal) sebagai pelaku dibalik layar. Jadi, dukun (paranormal) terhebat adalah pemenang pertandingannya.

Hemat dari Van Peurson (1993), kajian ontologis manusia telah dirasakan tak lagi rekat dengan kekuatan gaib (animisme) dan mulai melakukan telaah logis sesuai kerangka ilmiah. Khususnya di pulau Jawa, sebenarnya masyarakat telah berusaha menjauhkan diri dari ketakrasionalan atau dari kekuatan gaib, namun sampai saat ini masih belum bisa lepas sepenuhnya. Animisme yang mengakar pada nenek moyang bangsa Indonesia tampaknya tetap digantungi masyarakat.

Cermat kita, bahwa animisme saat ini dimainkan oleh para pakar politik dalam menyabet kursi pada pemilu 2009 yang dimulai dengan pemilihan calon legislatif pada tanggal 9 April 2009. Politik yang mulanya kita anggap sama dengan permainan pertandingan, kini sama persis, yakni terjadi permainan dukun (paranormal) sebagai pahlawan penggiring pemilik hak suara.

Betul, bahwa masyarakat kita pada saat ini masih tidak bisa jauh dari animisme, terlebih dalam berpolitik. Alasan mereka, bahwa dalam urusan kecil saja masih enggan mengundang dukun (paranormal), apalagi dalam urusan besar, yakni urusan memimpin negara, tentu dukungan dari dukun (paranormal) boleh-boleh saja, demi kepentingan negara. Namun, benarkah para pemimpin kita benar-benar memperjuangkan dirinya untuk negara? Mungkin pertanyaan yang sangat sulit dijawab, orang yang dekat dengan kita saja sering melakukan kebohongan. Tak beda dengan calon pemimpin yang hanya kita kenal lewat stiker, pamflet, baliho, spanduk dan mass media lainnya.

Politisi Tak Bermoral

Perjalanan politik di Indonesia semakin hari, tidak semakin bermoral. Gaya-gaya berpolitik yang semakin melanggar etika, semisal pada sebagian kampanye yang awut-awutan melanggar tata tertib lalu-lintas, menganggu pengguna jalan umum, baliho dan spanduk yang menutupi ruang terbuka hijau, hingga tempelan-tempelan stiker di dinding-dinding sekolah. Padahal menurut UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pasal 31 ayat (2) bahwa pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila. Ini artinya, para anggota pendukung partai tidak menyuarakan pendidikan politik dengan baik.

Kembali pada masalah politik tak bermoral, pada sebagian partai ataupun anggota partai politik yang masih gemar dengan animisme, kini semakin rakus akan menyabet kursi kepemimpinan. Selain kepercayaan mereka pada dukun (paranormal) sebagai pahlawan dibalik layar, mereka juga memakai mass media yang dipakai sebagai alat penarik suara, sebut saja animisme modern. Dari kekuatan gaib dari seorang dukun (paranormal), juga dikerakan kekuatan mass media (dukun modern).

Memang, antara dukun (paranormal) dan mass media, keduanya sama-sama berusaha menggiring pemilik hak suara. Kelihatannya, hanya cara inilah yang masih dipercayai kebanyakkan masyarakat kita yang lebih ampuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa, mass media juga menjadi stimulus terbaik dalam menarik para pemilik hak suara untuk mendukung mereka.
Spanduk, baliho, stiker, iklan majalah, iklan televisi, iklan website dan iklan lainnya menjadi dukun modern yang dipergunakan dalam berpolitik. Sebab, menurut teori komunikasi sendiri, iklan pada prinsipnya memiliki kekuatan yang mampu menyugesti persepsi dan emosi para penglihat iklan, hingga dengan sendirinya iklan dapat langsung memberi efek stimulatif bagi penglihat iklan. Oleh karenanya, para pemilih publisher, kini saatnya mengeruk keuntungan dari moment pemilu 2009 dan desain terbaik dari sebuah iklan, akan memberikan harga yang lebih tinggi pada produk periklanan.

Hal ini sepadanan dengan iklan politik yang mirip dengan reklame produk komersial. Tujuannya adalah membuat citra tokoh yang ditawarkan sebagai pilihan yang paling tepat. Tentu dengan desain tokoh yang mampu menyulap tanah menjadi emas dalam waktu sekejab. Kita perhatikan iklan televisi, semuanya berkampanye menjadi dan memiliki pahlawan yang ahli sulap. Kita renung kembali, sejak negara kita merdeka tahun 1945 hingga saat ini, masih belum bisa dikatakan stabil dalam hal perekonomiannya. Mungkin hanya pada waktu kepemimpinan Soeharto yang lumayan stabil dan itu pantas, karena Soeharto memimpin negara lebih lama, tetapi setelah Soeharto perekonomian kembali step down.

Dengan demikian, semua desain kampanye yang diiklankan juga belum tentu bisa menyulap tanah menjadi emas hanya dalam waktu 5 tahun. Namun, hal ini sah-sah saja dalam periklanan, karena tidak ada yang tahu kita semua hanya berusaha. Dengan kata lain, segala animisme, baik dari dukun (paranormal) atau dari mass media (dukun modern) semuanya sama.

Mengingat iklan dan sejenisnya adalah dukun modern kedua dari paranormal, maka dapat dimungkinkan bahwa kesuksesan hasil pemilu akan sama seperti hasil pemilu 2004 dan sebelumnya. Sebagai warga yang tidak tahu-menahu masalah birokrasi, hanya doa dan partisipasi dalam pemilu yang hanya dapat kita sumbangkan dalam ikut serta membangun bangsa.

Oleh Bayu Tara Wijaya
staf peneliti pada Institute of Studies, Research and Development for Student (ISRDs), Malang

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.