Pendidikan Penentu Nasib Bangsa
Pendidikan, Penentu Nasib Bangsa
Judul Buku : Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Judul Buku : Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Penulis : HM. Nasruddin Anshoriy, Ch
Penerbit : LKIS, Yogyakarta
Cetakan : I, 2008
Tebal : xiv + 210 halaman
Peresensi : Bayu Tara Wijaya *
Mangaca pada hasil keputusan BNSP tentang Standar Kelulusan Ujian Nasional 2009 yang naik 0,25 dari tahun sebelumnya 5,25 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan. Nilai kelulusan tersebut memiliki spesifikasi nilai minimal 4,00 untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Dengan ini, tentu sistem belajar mengajar di sekolah harus bekerja ekstra dalam menopang kenaikan nilai kelulusan 0,25.
Sebab, kalau tidak demikian peserta didik tidak akan mendapatkan ijasah yang mereka tunggu selama duduk di bangku sekolah. Sementara, hakikat pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana dalam pembukaan UUD 45.
Selain itu pula, pendidikan adalah salah satu tempat kita membondong pengetahuan. Ia adalah tempat yang membantu kita memeperoleh pengetahuan dari proses transfer of knowledge. Sadar atau tidak hal demikian sangat perlu bagi kita jika memang benar diri kita membutuhkan kedewasaan dari pendidikan yang kita peroleh.
Kita mengakui, pendidikan menjadi penting dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaan suatu negara. Ukuran dari kemajuan negara dapat diukur dari great pendidikan. Sampai pada saat ini aspek penting pendidikan mulai menjadi perhatian utama dalam membangun negara. Wujud perhatian tersebut telah nampak pada saling memikirkannya sistem pendidikan atau kita kenal dengan sebutan kurikulum.
Sistem kurikulum dari Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi pedoman penting dalam kegitan belajar mengajar. Pada saat ini, kurikulum KTSP menjadi sistem terakhir yang memberikan resep kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan basis lokal. Sehingga pendidikan sangat bergantung pada kondisi lingkungan lokal meraka. Oleh karena itu, pendidikan seperti ini berkaitan erat dengan aspek kondisi lingkungan lokal mereka.
Saat ini, Buku Sekolah Elektronik (BSE) ditetapkan pemerintah sebagai buku acuan yang menjadi acuan juga dalam Ujian Nasional. Adanya wajib BSE berarti menyamaratakan lingkungan lokal yang tidak mengenal kondisi sumber daya manusia di lain tempat yang berbeda. Maka bisa dipastikan, tingkat ketidaklulusan akan semakin meningkat pada ujian nasional di waktu dekat-dekat ini.
Sangat sulit sekali memila-mila konsep yang dapat diterapkan di semua daerah. Begitu juga dalam menentukan sebuah kebijakan-kebijakan dalam manajemen mutu pendidikan. Padahal, mutu pendidikan sudah menjadi penentu kemajuan bangsa. Pendidikan menjadi penentu nasib bangsa. Ketika pendidikan amburadul, maka bangsa pun ambudarul begitu juga negara.
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan, menjadi suatu konsep kesadaran ilmiah yang berbasis multikulturalime memberikan pernak-pernik dalam merias wajah pendidikan Indonesia yang berasaskan “Bhineka Tunggal Ika” atau “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.
Membincang mutu pendidikan tidak akan pernah habisnya, berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan selalu menjadi perhatian. Namun, dinamika pendidikan dewasa ini ditandai oleh suatu revolusi dan transformasi pemikiran tentang hakikat pengajaran. Titik sentral setiap peristiwa mengajar terletak pada “suskesnya murid mengorganisasi pengalamannya, bukan pada kebenaran murid dalam melakukan replikasi atas apa yang dikerjakan guru”.
Dalam hal ini, murid bukan sekedar meniru apa adanya dari pengajaran guru, melainkan murid dapat merepresentasikan hasil belajarnya dalam kehidupan dan proses kedewasaannya. Maka betul menurut Nasruddin bahwa kesejahtreaan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, melainkan bersumberpada modal moralitas mutu pendidikan.
Karen itu, memulai pendidikan dasar anak bangsa sejak mereka mulai hidup di lingkungan keluarganya. Keluarga mejadi lingkungan pendidikan awal yang mengajarkan anak tentang tata cara dalam kehidupan, mulai dari pendidikan “tata-krama” atau kesopanan hingga pendidikan dalam hal-hal yang dibutuhkan dalam bermasyarakat.
Dalam wawasan kebangsaan ini, seorang anak mulai dikenalkan dengan betapa pentingnya dan rasa kecintaan terhadap bangsa. Rasa memiliki yang tertanam menjadikan mereka bersemangat belajar dalam memajukan mutu bangsanya. Sehingga ketika dewasa, mereka tidak lain peduli kepada bangsanya dan ketika mengonsep sistem bukan sekedar asal-asalan. Semisal dalam membuat kurikulum baru atau peraturan-peraturan pendidikan baru, mereka akan memahami situasi multikulturalisme.
Pada keputusan hasil BSNP tentang standar kelulusan itu sendiri, tentu keputusan tersebut dibuat tidak asal-asalan pula. Sehingga kita dapat berharap agar pendidikan di negara kita selalu membaik. Bukan sekedar murid lulus ujian saja, melainkan murid dapat mengaplikasikan hasil belajarnya untuk proses dewasanya. Dengan kata lain, ukuran kesuksesan lagi-lagi tidak pada hasil ijasah.
Karena pendidikan menjadi nadi penentu kemajuan bangsa Indonesia, maka tidak ada salahnya memberikan konsep pada anak didik kita yang selaku calon penerus bangsa dengan bekal wawasan kebangsaan. Dengan demikian, “hitam-putih” pendidikan kita benar-benar pendidikan menjadi ‘gantungan’ kemajuan bangsa. Semoga nasib bangsa, bernasib baik karena penerus bangsanya.[]
Penerbit : LKIS, Yogyakarta
Cetakan : I, 2008
Tebal : xiv + 210 halaman
Peresensi : Bayu Tara Wijaya *
Mangaca pada hasil keputusan BNSP tentang Standar Kelulusan Ujian Nasional 2009 yang naik 0,25 dari tahun sebelumnya 5,25 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan. Nilai kelulusan tersebut memiliki spesifikasi nilai minimal 4,00 untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Dengan ini, tentu sistem belajar mengajar di sekolah harus bekerja ekstra dalam menopang kenaikan nilai kelulusan 0,25.
Sebab, kalau tidak demikian peserta didik tidak akan mendapatkan ijasah yang mereka tunggu selama duduk di bangku sekolah. Sementara, hakikat pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana dalam pembukaan UUD 45.
Selain itu pula, pendidikan adalah salah satu tempat kita membondong pengetahuan. Ia adalah tempat yang membantu kita memeperoleh pengetahuan dari proses transfer of knowledge. Sadar atau tidak hal demikian sangat perlu bagi kita jika memang benar diri kita membutuhkan kedewasaan dari pendidikan yang kita peroleh.
Kita mengakui, pendidikan menjadi penting dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaan suatu negara. Ukuran dari kemajuan negara dapat diukur dari great pendidikan. Sampai pada saat ini aspek penting pendidikan mulai menjadi perhatian utama dalam membangun negara. Wujud perhatian tersebut telah nampak pada saling memikirkannya sistem pendidikan atau kita kenal dengan sebutan kurikulum.
Sistem kurikulum dari Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi pedoman penting dalam kegitan belajar mengajar. Pada saat ini, kurikulum KTSP menjadi sistem terakhir yang memberikan resep kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan basis lokal. Sehingga pendidikan sangat bergantung pada kondisi lingkungan lokal meraka. Oleh karena itu, pendidikan seperti ini berkaitan erat dengan aspek kondisi lingkungan lokal mereka.
Saat ini, Buku Sekolah Elektronik (BSE) ditetapkan pemerintah sebagai buku acuan yang menjadi acuan juga dalam Ujian Nasional. Adanya wajib BSE berarti menyamaratakan lingkungan lokal yang tidak mengenal kondisi sumber daya manusia di lain tempat yang berbeda. Maka bisa dipastikan, tingkat ketidaklulusan akan semakin meningkat pada ujian nasional di waktu dekat-dekat ini.
Sangat sulit sekali memila-mila konsep yang dapat diterapkan di semua daerah. Begitu juga dalam menentukan sebuah kebijakan-kebijakan dalam manajemen mutu pendidikan. Padahal, mutu pendidikan sudah menjadi penentu kemajuan bangsa. Pendidikan menjadi penentu nasib bangsa. Ketika pendidikan amburadul, maka bangsa pun ambudarul begitu juga negara.
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan, menjadi suatu konsep kesadaran ilmiah yang berbasis multikulturalime memberikan pernak-pernik dalam merias wajah pendidikan Indonesia yang berasaskan “Bhineka Tunggal Ika” atau “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.
Membincang mutu pendidikan tidak akan pernah habisnya, berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan selalu menjadi perhatian. Namun, dinamika pendidikan dewasa ini ditandai oleh suatu revolusi dan transformasi pemikiran tentang hakikat pengajaran. Titik sentral setiap peristiwa mengajar terletak pada “suskesnya murid mengorganisasi pengalamannya, bukan pada kebenaran murid dalam melakukan replikasi atas apa yang dikerjakan guru”.
Dalam hal ini, murid bukan sekedar meniru apa adanya dari pengajaran guru, melainkan murid dapat merepresentasikan hasil belajarnya dalam kehidupan dan proses kedewasaannya. Maka betul menurut Nasruddin bahwa kesejahtreaan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, melainkan bersumberpada modal moralitas mutu pendidikan.
Karen itu, memulai pendidikan dasar anak bangsa sejak mereka mulai hidup di lingkungan keluarganya. Keluarga mejadi lingkungan pendidikan awal yang mengajarkan anak tentang tata cara dalam kehidupan, mulai dari pendidikan “tata-krama” atau kesopanan hingga pendidikan dalam hal-hal yang dibutuhkan dalam bermasyarakat.
Dalam wawasan kebangsaan ini, seorang anak mulai dikenalkan dengan betapa pentingnya dan rasa kecintaan terhadap bangsa. Rasa memiliki yang tertanam menjadikan mereka bersemangat belajar dalam memajukan mutu bangsanya. Sehingga ketika dewasa, mereka tidak lain peduli kepada bangsanya dan ketika mengonsep sistem bukan sekedar asal-asalan. Semisal dalam membuat kurikulum baru atau peraturan-peraturan pendidikan baru, mereka akan memahami situasi multikulturalisme.
Pada keputusan hasil BSNP tentang standar kelulusan itu sendiri, tentu keputusan tersebut dibuat tidak asal-asalan pula. Sehingga kita dapat berharap agar pendidikan di negara kita selalu membaik. Bukan sekedar murid lulus ujian saja, melainkan murid dapat mengaplikasikan hasil belajarnya untuk proses dewasanya. Dengan kata lain, ukuran kesuksesan lagi-lagi tidak pada hasil ijasah.
Karena pendidikan menjadi nadi penentu kemajuan bangsa Indonesia, maka tidak ada salahnya memberikan konsep pada anak didik kita yang selaku calon penerus bangsa dengan bekal wawasan kebangsaan. Dengan demikian, “hitam-putih” pendidikan kita benar-benar pendidikan menjadi ‘gantungan’ kemajuan bangsa. Semoga nasib bangsa, bernasib baik karena penerus bangsanya.[]
0 Komentar:
Post a Comment