Learning from the Name of God

Belajar dari Asma’ Allah

Judul Buku : Quatum Asma’ul Husna
Penulis : Rachmat Ramadhana al-Banjari
Penerbit : Diva Press, Yogyakarta
Cetakan : Januari 2009
Tebal : 636 halaman
Peresensi : Bayu Tara Wijaya*

Teringat sebuah wacana bahwa “siapa yang nanti di hari akhir memiliki pegangan hidup (iman) maka dialah yang akan selamat.” Ketika dunia semakin gersang akan segarnya cahaya ilahirabbi, dan di situlah manusia akan pada bergelimpangan melakukan maksiat di hari akhir nanti.

Banyak orang yang pada lupa akan sifat ketuhanan yang dimilikinya, mereka semakin hari lupa akan hal kebutuhan bathiyinah pada dirinya. Keseimbangan dalam hidup, kemanfaatan dan kekuatan hidup yang selaras terjauhkan dari keagungan Tuhan. Kondisi jiwa yang semakin hari hangus terbakar egoisme kepentingan tak berlandaskan kualitas spiritual.

Seraya melupakan bahwa manusia yang kebetulan dimuka bumi ini semuanya tanpa terkecuali, memiliki tanggung jawab sebagai abdullah (hamba Allah) dan sekaligus khalifatullah. Oleh karena itu, tanpa potensi keagungan Allah, yang bermetamorfosis mewujud berupa spiritualitas. Tatkala manusia mengalami disoriaentasi hidup dan terjerembab dalam kegelisaan hidup, maka karena kekuatan spiritual tinggi yang ia miliki, keselamatan dan kajayaan duniawi serta ukhrawi akan didapatkan.

Tidak terlepas dari itu semua, melalui kajian detail dan menyeluruh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah yang termuat dalam Asma’ul Husna. Quatum Asma’ul Husna muncul dan memberikan sumbangsi secara teoritik maupun praktis kepada umat manusia yang masih peduli terhadap dirinya. Sehingga dengan kuatum (kedasyatan energi dalam diri manusia) dapat melejitkan kekuatan spiritual manusia, sebagai penyeimbang dan tameng hidup.

Buku Quatum Asma’ul Husna yang ditulis oleh Rachmat Ramadhana al-Banjari, mampu menyingkap tabir agung nama-nama Allah dan dapat menemukan serta membantu kita untuk mengetahui kekuatan yang dasyat pada diri kita bagi kehidupan kita. Ia juga berusaha membuka jalan untuk manusia yang asalnya memilki kelemahan dan menjadikan kelemahan tersebut menjadi sebuah keistimewaan.

Sebab, ketika manusia percaya bahwa potensi keagungan Allah yang ada pada diri setiap manusia seyogyanya bisa digali, dikembangkan, dan digunakan dengan sungguh-sungguh oleh setiap manusia agar dapat memberikan motivasi dasyat pada pikiran dan jiwanya untuk menggapai kualitas kecerdasan spiritual, sebagai pondasi kehidupan manusia.

Terkemas dengan rapi, Quatum Asma’ul Husna yang memiliki empat bagian. Pada bagian pertama, seraya kita diperkenalkan, Siapa Tuhan kita? Kemudian berlanjut pada pengenalan nama-nama Allah. Pada bagian ini, al-Banjari berusaha membuka tabir rahasia di balik lafaz Allah. Selain itu pula, ia memperkenalkan bahwa Asma’ Allah menjadi cerminan manusia dalam berprilaku dalam kehidupannya.

Pada bagian inilah, kita akan lebih didekatkan pada Allah dan seyogyanya manusia memilki akhlak untuk mengingat bahwa manusia adalah abdullah (hamba Allah). Maka, untuk membentuk karakteristik seorang manusia yang bergelar abdullah (hamba Allah) tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan tinjauan teoretis atau cukup pendekatan teknis saja, akan tetapi harus didukung oleh aplikasi melalui pendekatan keimanan, keislaman, kemakrifatan dan ketauhidan. Karakteristik seperti inilah yang akan menghantarkan manusia pada insan kamil ‘kesempurnaan’, yang sehari-hari mampu mengevolusi dan mentransformasi jiwa, hati, akal, indera dan fisik seseorang menjadi hamba Allah.

Pada bagian kedua, penulis sengaja mengingatkan kembali pada hukum syar’iyyah, sebab seluruh aktivitas-aktivitas sunnah manusia akan berlaku sia-sia, apabila kewajiban sebagai Islam tidak dijalani. Ini artinya, sebelum melakukan beberepa kesunnahan dalam beribadah, tentu melakukan kewajiban terlebih dahulu.

Shalat adalah salah satunya yang dianggkat al-Banjari dalam karyanya. Ia menjelaskan bahwa shalat sama halnya menyucikan ruhani. Sehingga, ketauhidan kepada Allah akan kita peroleh melalui salah satu kewajiban sebagai umat Islam, yakni shalat.

Tentu, bukan hanya shalat saja yang harus dilakukan. Masih banyak lagi ketauhidan, kemaslahatan, keadilan, dan lain-lainnya. Katakan saja, termasuk sifat-sifat mahmudah manusia. Dengan demikian, penulis barulah mengajak kita merenungi pada bagian integral dari asma’ul husna, yakni quatum asma’ul husna.

Seluruh sifat-sifat Allah yang kita kenal dengan sebutan Asma’ul Husna dibahas satu persatu oleh al-Banjari pada bagian ketiga mulai sifat ar-Rahman hingga sifat ash-Shabur. Kajian komparatif dari berbagai bibliografi ia cantumkan, tak tertinggal bibliografi utamanya adalah al-Qur’an dan al-Hadis.

Hal ini dilakukakan, agar umat manusia dapat memahami, merenungkan dan mengamalkan salah satu atau semuanya jika mampu dari sifat-sifat Allah. Dengan pedoman asma’ul husna saja, tentu manusia bisa menyelesaikan segala urusan, baik urusan duniawi maupun ukhrawi. Tak kalah pentingnya, bahwa ini adalah buku penting, yang dapat digunakan manusia sebagai pegangan dalam hidupnya.

Inilah harapan dari penulis, Quatum Asma’ul Husna bukan sekadar bahan referensi saja, melainkan bahan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga, pada bagian terakhir, al-Banjari mencatumkan doa-doa Asma’ul Husna. Dengan demikian, patutlah Quatum Asma’ul Husna menjadi pegangan semua umat manusia, khususnya yang beragama Islam.

Terlepas dari itu semua, bahwa karya al-Banjari ini benar-benar karya yang menakjubkan. Bukan sekadar karya yang hanya menjadi referensi pustaka saja, tetapi bahan referensi hidup manusia. Oleh karena itu, apresiasi terbesar yang kita berikan pada penulis adalah dengan membaca, menganalisis dan mengamalkan dari karyanya.[]


0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.