Menyelamatkan Kali-kali Surabaya

Satu kasus lagi yang muncul di kota pahlawan, Surabaya, yakni penggusuran dan pengusiran paksa bangunan liar khususnya di bantaran Kali Jagir yang digawangi langsung oleh Polisi Pamong Praja Utama (Satpol PP). Bukan hanya Kali Jagir saja, Kali Wonokromo dan Kali Surabaya juga menjadi titik sentral penertiban tatanan kota Surabaya pada periode terakhir ini.

Sempat terdengar pahit nama Satpol PP, kinerja mereka dinilai tidak becus dan dehumanis. Khususnya di kalangan masyarakat —Jagir, pemerhati sosial dan mereka yang tidak memiliki informasi jelas —tindakan pemerintah kota Surabaya— tentang penggusuran dan pengusiran paksa bangunan liar di bantaran kali-kali Surabaya.

Serba salah, apabila menghakimi Satpol PP. Di sisi lain mereka bertugas menjalankan tugas, tanpa tahu alasan jelas mereka ditugaskan. Lagipula Satpol PP adalah robot pemerintah. Namun anehnya mereka selalu menjadi terdepan dari segala urusan berat pemerintah. Asumsinya, Satpol PP adalah prajurit terdepan pada sebuah pertempuran. Wajar apabila mereka mendapatkan kritik dan tuntutan lebih dahulu daripada atasannya, sebab mereka yang bersentuhan langsung dengan objek, dalam hal ini penggusuran dan pengusiran paksa bangunan liar.

Cermat kita, proyek penggusuran dan pengusiran yang digalang pemerintahan kota Surabaya memang sangat bagus. Mungkin ini adalah sikap tegas pemerintahan kota Surabaya, selain membangun sumber daya manusia yang baik, perlu juga membangun suasana yang sehat dan teratur. Salah satunya yakni proyek penertiban tatanan kota.

Lebih baik sakit sekarang daripada nanti, pernyataan pas untuk mendinginkan amarah para pemilik bangunan yang terkena penggusuran. Kita baca, ketika bangunan liar bermunculan di bantaran kali-kali Surabaya, semakin hari, semakin meluap jumlahnya. Apalagi, kebanyakan bangunan liar tersebut adalah tempat tinggal sementara para urbanisasi pedesaan. Pantas jika di sekitar bangunan liar tersebut terlihat kumuh, kotor dan tidak teratur serta merusak tatanan kota.

Penggusuran adalah langkah strategis pemerintahan kota Surabaya. Relitanya, kali-kali Surabaya, ketika musim penghujan tidak jarang menjadi sebab terjadinya banjir. Hal ini tidak lain dari pembuangan sampah sembarangan oleh para warga di bantaran kali.

Berdasarkan laporan kepala dinas kesehatan kota Surabaya pada acara penyambutan hari kesehatan nasional tahun 2008. Perlu diketahui selama 5 tahun terakhir 31 Kecamatan di Surabaya merupakan daerah endemis DBD. Dari tahun ke tahun meningkat, misalnya pada tahun 2007, kasus DBD mencapai 3.214 kasus, tahun 2006 mencapai 4.187, dengan jumlah kematian yang meningkat pula. Diungkapkan pula oleh Dr. Ina Aniati, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surabaya, bahwa jumlah DBD dari tahun 2008 sampai tahun 2009 dimungkinkan relatif sama.

Dari data peningkatan penderita DBD menunjukkan bahwa wilayah di Surabaya sudah tercemar penyakit dan sudah sepantasnya pemerintah kota Surabaya terjun untuk memerhatikan kali-kali Surabaya sebagai salah satu sumber wabah penyakit. Salah satu kinerja pemerintah kota Surabaya dalam memerhatikan kali-kali Surabaya adalah penggusuran bangunan liar di bantaran kali-kali Surabaya. Meskipun dalam hal ini yang terlibat langsung adalah Satpol PP yang terlihat arogan dan cenderung represif terhadap pemilik bangunan liar di bantaran kali-kali di Surabaya.

Represif Satpol PP
Sikap arogan dan represif petugas Satpol PP merupakan tindakan wajar terjadi. Sebagai manusia yang beradab, sebagai penduduk atau pemerintah tentu sama dalam keberadabannya. Semestinya penggusuran tidak akan terjadi, apabila warga memerhatikan peraturan daerah pemerintah kota Surabaya nomor 2 tahun 2005 tentang izin perencana bangunan gedung, yang kemudian diperjelas pada ketentuan perizinan bab II pasal 2 poin 3d, yakni perizinan dilakukan berkaitan tentang tata lingkungan bangunan gedung. Jadi, memanusiakan manusia antara penduduk dan pemerintah selayaknya digalangkan di masyarakat kita. Sehingga, penggusuran dan pengusiran secara represif oleh Satpol PP tentu tidak akan pernah terjadi.

Nyatanya, sekian bangunan liar di bantaran kali-kali Surabaya seluruhnya tidak memiliki izin pendidirian. Ini jelas bukti kongkret pemerintahan kota Surabaya untuk dapat melakukan penggusuran dan pengusiran terhadap warga yang melanggar. Meskipun demikian ada yang mengatakan, menggusur atau mengusir hendaknya mempertimbangkan nilai-nilai humanis. Sayangnya, yang berkata demikian tidak berhumanis terlebih dahulu kepada pemerintah, baru kemudian menuntut hak humanisnya.

Dengan adanya penggusuran dan pengusiran yang beberapa dekade terakhir ini terjadi, cukup menjadi bahan evaluasi bagi kita. Tidak lain, proyek pengusuran tersebut adalah salah satu usaha pemerintahan kota Surabaya dalam menjalankan roda pemerintahan dengan baik.

Singkat penulis, proyek-proyek pemerintah kota Surabaya tidak lain adalah usaha pemerintah untuk kebaikan kita bersama. Salah satu proyek yang membuat guming yakni proyek penggusuran bagunanan liar di banataran kali-kali Surabaya yang sedikit memiliki ‘cacat’ dalam pelaksanaannya. Sehingga, perlu sekali untuk kita kaji ulang atas catatan hitam terhadap pemerintah.

Gagasan yang sempat muncul oleh penulis adalah perlunya mengadakan keterlibatan seluruh warga, khususnya kepada kepala rukun tetangga (RT) untuk kerja sama langsung dengan pemerintah kota Surabaya untuk melakukan kontrol-sosial terhadap bangunan-bangunan liar yang berdiri. Baik keterlibatan dalam menegur atau menyangsi berat terhadap pendiri banggunan liar secara kultural maupun struktural. Dengan keterlibatan kepala RT akan terciptakan komunikasi yang lebih baik, dan suasana tertib, tentram dan aman.

Dengan demikian, kinerja dari Satpol PP hanya akan dimulai apabila pihak kepala RT sudah tidak lagi sanggup untuk menindak para pemilik bangunan liar. Sehingga, akan terlihat keterdukungan warga setempat bila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan daerah kota Surabaya. Bahkan keterlibatan kepala RT, tidak hanya dalam hal penggusuran saja, melaikan dalam semua peraturan daerah yang ditetapkan pemerintah kota Surabaya.

Akibatnya, berbagai peraturan daerah akan berjalan secara kondusif dan tidak akan muncul lagi represif pemerintah terhadap warga. Kemudian, kota Surabaya akan terselamatkan dari musibah-musibah yang disebabkan oleh warga kota Surabaya sendiri, khususnya kali-kali Surabaya yang menjadi poros penyebab banjir dan wabah penyakit.[]

Oleh Bayu Tara Wijaya*

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.