Realize the Education Independently

Wujudkan Pendidikan yang Me-Mandiri-kan

Oleh Bayu Tara Wijaya

Pengangguran merupakan persoalan fundamental di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Hampir setiap tahun angka pengangguran tidak bisa mendapati angka statis turun secara perhitungan grafik melainkan dinamis (tidak tetap) perubahannya bahkan hampir rata-rata mengalami pernambahan jumlah pengangguran.

Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, masa depan bangsa Indonesia akan semakin dihantui dengan aksi-aksi tak bertanggung jawab yang diakibatkan dari efek masalah ekonomi pribadi (berpengangguran).


Gubenur Jatim Sooekarwo pada Upacara Hari Ulang Tahun ke-65 Pemrov Jatim di Gedung Grahadi sempat mengungkapkan bahwa invertasi dengan teknologi tingkat tinggi hampir tak menyerap tenaga kerja. Karena itu, tahun 2011 Pemrov Jatim akan memperbaiki tempat praktik dan latihan 50 sekolah menengah kejuruan (SMK) yang kurang berkembang.

Sikap arif yang diungkapkan Soekarwo patut kita renungkan kembali. Mengingat jumlah SMK baik status negeri maupun swasta tidak sedikit. Sekitar 1141 SMK di Jatim meluluskan para siswa yang siap untuk dipekerjakan dan didistribusikan di lapangan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuan lulusan.

Sayangnya, jumlah lapangan pekerjaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah lulusannya. Meskipun ada peluang kerja, namun sinergis antara profesional lulusan dengan tempat kerja yang akan ditempati tidak sesuai. Artinya, para lulusan khususnya dari kejuruan dinilai belum cukup bekal supaya siap kerja.

Berdasarkan hasil prediksi pakar statistik Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kresnayana Yahya, bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di Jatim pada 20111 berkisar 6,5-6,7 persen. Dengan tingkat pertumbuhan itu, diperlukan sekitar 300.000-400.000 tenaga kerja yang dua pertiganya adalah lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK).

Sementara dari data di Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jatim pada bulan Februari 2010 mencapai 1.011.950 orang atau sebesar 4,91 persen. Jumlah ini turun 0,96 persen dibanding TPT di Jatim Agustus 2009 sebanyak 1.033.512 orang atau sebesar 5,08 persen. Angka ini menunjukkan secara statistik pengangguran menurun, namun apabila kita lihat di masyarakat, berapa banyak orang yang dalam usia kerja masih menganggur?

Sehingga, perlu dipikirkan ulang atas rencana Pemprov Jatim untuk perbaikan tempat praktik 50 SMK yang rencananya setiap sekolah mendapat bantuan sebesar 1 milyar. Bentul, fasilitas atau kecangihan teknologi sebagai praktik siswa SMK menjadi pendukung utama dalam profesionalitas para lulusan nanti.

Tak dapat dimungkiri, setiap stakeholder SMK memiliki keinginan untuk mengedepankan profesionalitas para lulusan. Namun yang harus diperhatikan, profesionalitas lulusan saat ini hanya sampai pada profesionalitas kerja. Masih ada aspek-aspek lain yang harus digarap oleh stakeholder SMK, yakni kemandirian para lulusan.

Kemadirian Lulusan

Sebenarnya, tidak perlu memperdebatkan atas adanya perbaikan fasilitas SMK atau rencana Pemrov untuk mengurangi angka pengangguran. Sebab, ini sudah menjadi kewajaran yang harus menjadi standar Pemrov yang sukses dan stakeholder SMK untuk tempat belajar (praktik) siswa yang sesuai.

Di sinilah peran sekolah sangat menentukan profesionalitas lulusan. Siswa yang belajar di SMK harus dituntut untuk bisa mandiri setelah lulus. Agar, lulusan tidak selalu mengantungkan adanya lapangan pekerjaan. Sehingga, setiap SMK tugas utamanya bukan saja mempersiapkan lulusan yang siap kerja, melainkan lulusan yang siap membuat lapangan pekerjaan secara mandiri (berwirausaha).

Sebut saja, jiwa entrepreneurship, ini yang nantinya siswa akan berpikir usaha apa yang bisa saya lakukan setelah lulus, bukan berpikir saya bekerja di mana setelah lulus nanti. Sehingga kita patut berbangga diri dengan para lulusan kita yang sudah siap terjun di dunia wiraswasta dan berwirausaha secara mandiri.

Inilah maksud dari gagasan ini, seyogyanya para stakeholder sekolah khususnya SMK membuat rancangan kurikulum lokal yang mendidik siswa agar semuanya bisa menjadi orang yang mandiri untuk berwirausaha. Meski tidak bisa dipungkiri, bekerja di suatu tempat kerja sesuai dengan profesinya selalu didambakan oleh setiap orang.

Sekadar, “sedia paying sebelum hujan”. Bisa jadi sebuah mimpi untuk menjadi orang sukses tidak selalu ditempuh dengan jalan yang sudah direncanakan. Untuk itulah, menyiapkan siswa yang mandiri dalam berwirausaha menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi pengangguran.

Kita lihat, banyak orang yang menganggur bukan berarti tidak adanya lapangan pekerjaan, namun karena tidak punya skill dalam bidang tersebut. Atau bahkan, kemampuan tak linier dengan pendidikan yang pernah mereka dapat hanya setengah matang. Bilangnya, lulusan kejuruan dengan konsentrasi programer, tetapi ketika diuji untuk membuat sebuah program tidak mampu.

Sebab itu, kemampuan di luar bidang konsentrasi, harus juga diimbangi oleh para lulusan. Kemampuan untuk mengasah kreativitas berpikir dalam survive tentunya tidak muncul begitu saja. Nah, lembaga pendidikan adalah salah satu medianya. Maka dari itu, SMK yang menjadi simbol lembaga pendidikan yang mengedepankan “lulus langsung siap kerja,” tentunya membuat bimbingan-bimbingan di luar materi pelajaran formal selain membekali siswa supaya siap kerja, seperti berwirausaha.

Sebuah contoh SMA NU 1 Model Lamongan, para siswa dikenalkan dengan materi dengan kurikulum lokal. Seperti, matapelajaran live skill, siswa yang mengikuti matapelajaran ini, diajak untuk belajar berbagai kerajinan lokal setempat. Dalam pelajaran ini, biasanya siswa putri diajarkan belajar membuat kue, untuk siswa putra diajarkan membuat paving. Selain itu, siswa diajarkan untuk menjadi siswa yang kreatif, bukan sekadar pandai dalam bidang pengetahuan, namun skill yang ada di masyarakat harus dikuasai sebagai bekal berwirausaha dengan jiwa entrepreneurship yang mandiri.

Maksudnya, jiwa-jiwa mandiri untuk menjadi entrepreneurship ini yang harus ditanamkan pada setiap siswa. Sehingga, nantinya para lulusan akan menjadi orang yang mandiri. Sehingga, tidak akan ada yang menyalakan, bahwa sekolah gagal dalam pendidikan karena banyaknya lulusan yang menganggur.

Cukup dengan mandirinya--berwirausaha dan berjiwa entrepreneurship--para lulusan dari lembaga pendidikan, angka pengangguran dapat menurun. Dengan maksud, kota dapat dikatakan sebagai kota sejahtera adalah kota yang sudah mandiri. Kota mandiri akan terwujud apabila angka pengangguran menurun dan angka pengangguran menurun akan bisa dicapai apabila para lulusan (pemuda) dari sebuah lembaga dapat menjadi siswa yang mandiri dalam berwirausaha. Sehingga, sinergitas kota yang mandiri dapat dipandang dari para pemuda yang penuh dengan kemandirian.

Alhasil, dalam rangka mewujudkan sebuah kota yang mandiri, maka tidak luput dari peran sebuah pendidikan yang mewacanakan dan mempraktikkan pendidikan adalah sebuah tempat memandirikan manusia.[]

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.