Learning of Mathematics from the Early Age

BELAJAR MATEMATIKA DARI USIA DINI
Oleh Bayu Tara Wijaya

Usia dini adalah usia yang sangat pas untuk ditanamami pengetahuan, sehingga pada usia-usia saat ini sangat perlu sekali memetakan atau dikenal dengan istilah mengkonstruk masa depan anak. Salah satunya ialah mengenalkan dan menanamkan konsep-konsep dasar matematika. Kita lihat pendampingan anak ketika berada di Taman Kanak-Kanak (TK), guru di sini sangat menjadi penentu utama saat di sekolah, dan orangtua menjadi penentu utama saat di keluarga, serta orang-orang di sekitar menjadi penentu utama saat di masyarakat. Artinya apa? Ketika seorang anak kecil ia mendapatkan pengalaman hidup dari mereka semua. Jadi, rasanya tidak sempurna apabila seorang anak tidak melampaui masa kanak-kanaknya di ketiga tempat tadi.
Khususnya dalam belajar matematika, seorang anak kecil ia bisa paham dengan konsep-konsep matematika ketika kondisi sekitarnya mendukung untuk paham tentang matematika. Coba kita ingat saat masih TK, guru mendampingi penuh dalam belajar kita. Setiap anak dalam satu kelas permintaanya berbeda-beda, pertanyaannya yang muncul dari setiap anak pun berbeda-beda. Satu sisi rasa keingintahuan anak tinggi dan guru menfasilitasi keingintahuan tadi. Andaikan anak kecil yang punya banyak keinginan tidak ada yang mengarahkan tentu akan membahayakan masa depannya sendiri (bisa salah kaprah). 
Baru anak kecil, untuk memahamkan satu pengetahuan belum satu rumpun keilmuan sudah sangat berat. Pendampingan oleh guru-guru TK dilakukan setiap saat, saat guru menjelaskan matapelajaran berhitung, setiap anak pasti satu-satu mereka minta diperhatikan melalui beberapa pertanyaan dari setiap anak, atau dari setiap tingka laku anak. Sehingga, guru TK memang harus benar-benar pandai untuk mengambil hati setiap anak dalam satu kelas. Makanya, rata-rata guru sekolah TK lebih dari satu. Tidak lain ini semua dilakukan adalah demi anak-anak agar mudah menyerap pengetahuan untuk kecerdasan kehidupan bangsa. 

Belajar dari TK 
Ada hal penting yang harus diperhatikan, bahwa guru TK mereka mengajar dan mendidik anak-anaknya dengan rasa tulus, mereka harus mengabdikan diri kapanpun saat siswa butuh sesuatu. Nah, ini yang semestinya kita garis bawahi untuk metode menanaman pengetahuan (sekolah). Kasus saat belajar matematika, berapa banyak guru-guru kita yang sukanya menyamaratakan kemampuan siswanya? Berapa banyak guru-guru kita yang mau mendampingi sepenuh hati ke semua siswa? Kalaupun ada itu pasti hanya beberapa siswa saja yang mampu untuk didampingi oleh gurunya. Nahasnya, yang paling sering terjadi adalah guru lebih suka mendampingi anak-anak yang sudah lumayan memahami matematika, anak-anak yang sudah dapat dikatakan pintar, dan lain sebagainya. Sehingga anak-anak yang tidak memiliki kemampuan matematika yang lumayan, dan pintar tentu guru-guru pun banyak yang malas untuk memerhatikan anak yang seperti ini. Jadinya, yang bodoh semakin tertindih, dan yang pintar semakin terangkat. 
Seharusnya, guru-guru matematika atau guru-guru matapelajaran lainnya mungkin, juga harus menerapkan beberapa gaya mengajar guru TK. Tidak semua metode, tetapi sisi pendampingan inilah yang sangat perlu. Maksudnya, setiap guru harus mengetahui kesulitan siswanya satu persatu, dan memberikan penjelasan satu persatu kepada siswanya. Sungguh akan butuh waktu lama, namun apabila diatur waktunya dengan baik tidak ada yang sulit. Salah satu contoh, ketika guru selesai menerangkan pelajaran, beberapa saat kemudian guru memberikan post-test dari pelajaran yang mereka sampaikan, kemudian guru tersebut sambil menyisiri satu persatu siswanya yang mengerjakan post-test yang ia kerjakan, dari sini guru akan mulai menemukan beberapa kebinggungan-kebinggungan yang berbeda-beda dari siswanya. Inilah saatnya peran guru sangat diperlukan untuk membantu menyelesaikan kesulitan siswa. Jadi selama guru ketika hanya mengajar saja, tidak mendidik dan mendampingi satu persatu siswanya, tidak memahami kemampuan satu persatu siswanya, tidak memahami karakter satu persatu siswanya, bisa dipastikan penyampaian materi dari guru tidak akan diserap secara maksimal oleh siswanya. 
Ini realita yang sering terjadi di dunia pendidikan kita. Padahal kalau seorang pengembala kambing, ketika mau meng-giring kambing-kambing ke dalam kandang saja membutuhkan kemampuan yang luar biasa agar satu kambing dengan kambing lainnya dapat berjalan serentak menuju kandang, apalagi manusia, tentu butuh. Jangan sampai ini terjadi, ini baru masalah pengertian belum pemahaman. Baru tahap agar anak mengerti apa yang disampaikan oleh guru, belum agar anak memahami yang disampaikan oleh guru, berbeda sekali dua kasus tersebut. Paling tidak guru dalam hal ini harus bisa tahu posisinya adalah bukan saja sebagai penyampai materi (pengajar) saja melainkan lebih dari itu (hal-hal positif). 
Apalagi saat belajar matematika, beragam kecerdasan yang dimiliki anak akan menimbulkan beragam cara anak mengerti dan memahami matematika. Sehingga perlunya pendampingan satu persatu terhadap siswanya saat mengajar harus dilakukan. Kesuksesan guru mengajar bukan diukur dari berapa lamanya ia mengajar, namun berapa banyak siswa yang mengerti dan memahami apa yang mereka sampaikan. Banyak guru yang bilang, “saya mas, sudah 25 tahun menjadi guru, jadi jangan diragukan lagi kemampuan saya mengajar.” Inilah yang sering penulis dengar saat awal bertemu dengan guru atau bahkan dosen yang baru masuk (pertama kali bertemu dengan anak didik yang baru). Padahal cara mengajarnya sangat tidak manusiawi, tidak pernah mengerti anak didiknya paham atau tidak. Jadi kalau siswa juga dilakukan evaluasi, guru pun harus dilakukan evaluasi, boleh saja evaluasi guru dilakukan dari melihat berapa persen siswa yang dapat menyelesaikan soal evaluasi dari gurunya, atau bahkan perlu dibuatkan lembar evaluasi tersendiri dari sekolah untuk guru-gurunya. Agar tidak terjadi, 25 tahun mengajar tapi masih saja sama kolot tak manusiawi dan keras kepala. 
Itulah yang harus kita perjuangkan, rata-rata pendampingan di dalam pendidikan hanya madek di jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) saja, jarang yang dapat melebihi dari itu. Ada contoh sekolah yang sudah berusaha untuk mengembangan metode pendampingan saat pelajaran disampaikan, yakni di Yayasan Masjidil ‘Ilm Bani Hasyim Singosari-Malang yang memiki dua lembaga, SD dan SMP, setiap ruangan dalam pelajaran apapun ada dua guru yang mengajar, satu guru sebagai fasilitator pelajaran, satunya sebagai fasilitator siswa. Jadi guru satunya menerangkan, satunya mendampingi siswa lainnya. Meskipun tidak semua ruangan mengunakan metode ini, minimal inilah contoh yang patut dikembangkan oleh sekolah-sekolah lainnya. 
Sebab, masa depan anak paham atau tidak terhadap matematika tergantung pada gurunya juga, siswa butuh belajar memahami pelajaran, guru pun butuh belajar memahami hakikat mengajar. Perilaku kambing dengan kambing yang lainnya saja berbeda-beda, apalagi manusia yang memiliki tingkat variatif lebih banyak. Jadi, pelajaran di TK juga masih perlu kita kembangkan kembali, banyak hal positif yang masih terlupakan ketika kita naik ke jenjang pendidikan berikutnya. Alhasil, kemampuan satu orang dengan orang yang lainnya berbeda-beda, namun akan dapat menjadi kekuatan yang sama-sama besar apabila mendapat perlaku yang seimbang (bukan sama rata). Semoga anak penerus bangsa semakin mengerti dan memahami apa yang disampaikan gurunya.[] 


Malang, 1 Juli 2011

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.