RENAISAN MERAH PUTIH

Refleksitas ke-Nasional-an Boedi Oetomo (BO)

Dewasa ini, negara Indonesia mengalami krisis nasionalismenya. Di mana nasionalisme merupakan tongkat menuju Indoensia berkibar sejahtera. Di sisi lain, kini dirasa sudah se-abad. Sisa-sisa perjuangan para penjuang muda Indonesia yang gigihnya terhadap bangsa ini. Tepat sekali, pada 20 Mei 1908 beberapa pelajar bangsa Indonesia antusias mendeklarasikan semangatnya dengan sebuah organisasi Boedi Oetomo (BO).

Jiwa nasionalisme telah terkobar pada diri pemuda pada saat itu. Para pemuda berkeinginan memulai Indonesia untuk maju selangkah pada kemerdekaan. Pada zaman itu, para pemuda berada pada kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Tepatnya bernama Stovia adalah bangunan yang berfungsi sebagai sekolah kedokteran yang sekarang merupakan museum megah di jalan Abdurrahman Saleh-Jakarta. Di tempat ini pula, beberapa pelajar yang umumnya dari kalangan priyayi Jawa dan Madura mendeklarasikan sebuah organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo itu. Dengan prioritas utamanya meningkatkan kesehatan dan memberikan pendidikan bagi seluruh rakyat di Jawa dan Madura karena ketika itu mereka masih belum mengetahui keberadaan bangsa di nusantara ini.

Peristiwa Boedi Oetomo itu kemudian dikenal sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Pada 20 Mei 2008 tahun ini, deklarasi pemuda telah mencapai usia satu abad. Pertanyaannya, bagaimanakah wujud dari rasa kebangkitan nasional kita terhadap bangsa ini? Sementara gejala Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei sudah tidak lagi diperingati secara khidmat atau selayaknya sebagai peristiwa yang penting dalam sejarah bangsa.

Sang Merah Putih

Kata yang tepat pada saat ini adalah “Kibarkan Sang Merah Putih”. Kiat terasa berat bahwa implikasi yang terjadi saat ini seharusnya setara dengan kondisi Hari Kebangkitan Nasional terdahulu. Kibaran Merah Putih sebagai lambang bangkitnya penjuangan kita atas kepedulian dan tanggungjawab kita terhadap warisan yang berupa Kebangkitan Nasional ini. Keserupaan tidak akan bisa kita jalani sama persis dengan apa yang dilakukan oleh para patriot kebangkitan nasional terdahulu.

Hal yang bisa kita perbuat pada saat ini sebagai balasan atas perwujudan kita terhadap kebangkitan nasional adalah dengan semangat jiwa, semangat kepatriotan sang merah putih yang berupa kepedulian atas nusantara ini.

Sangat jelas sekali Indentitas Nasional yang kita miliki, tetapi benarkah Identitas tersebut yang dianggap sebagai buah hasil kebangkitan nasional, telah membesar sebagaimana hitungan umur hari kebangkitannya. Jika dijawab kebesaran bangsa dan bertambahnya umur kebangkitan nasional jelas tidak sebanding dengan cita-cita bangsa sebab nasionalisme kita telah dirampas oleh egoistisme kita sendiri.

Oleh karena itu, sebagai penerus harapan bangsa seharusnya mempunyai semangat yang sama pula dengan cita-cita pejuang terdahulu. Walaupun perjuangan kita saat ini berbeda sekali dalam hal perwujudannya. Paling tidak kibaran sang merah putih ada pada jiwa kita. Bangsa ini tidak membutuhkan semangat lambang merah putih yang hanya ada di depan mata, semestinya selalu tertancap pada semangat jiwa kita.

Mari kita teliti bersama, pada saat ini sang merah putih telah kalah kibarannya dengan bendera-bendera partai politik yang egoistisme. Partai politik bertujuan sebagai semangat kebangkitan nasional “katanya”, sementara itu konflik semakin hari semakin bertambah pemecahan masalah semakin sulit. Introspeksi diri perlu kita lakukan dalam rangka pembenahan jiwa kita agar terarah pada ‘Kibarlah di jiwa bukan Kibarlah di mata’.

Pesan yang tereduksi oleh sang merah putih adalah semangat juang. Untuk itu pada kesempatan terakhir kita ini adalah memikirkan nasionalisme kita dalam kanca Hari Kebangkitan Nasionasional. Patut sekali perwujudan semangat kita pada abad kebangkitan yang terkobar di hati dengan itu kita akan diakui kepedulian kita pada bangsa ini. –Kibarkan Sang Merah Putih di Hatimu– sebagai awal juang kita.

TERBIT DI- MALANG POST MINGGU 25 MEI 2007

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.