Spiritual of Mathematics: Spirit Mathematicians Muslim of fikr, dzikr, and akmal

-->
Matematika Spiritual:
Semangat fikr, dzikr dan akmal Matematikawan Muslim
  Oleh Bayu Tara Wijaya


Amal saleh (ibadah) tidak selalu berupa ibadah syari’i—yang termanifestasikan dalam rukum Islam, tetapi juga dapat berupa ibadah amaliyah—sadaqah. Hal serupa ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan bahwa ibadah berupa tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati disebut ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya  "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58]

Dari pengalan surat di atas, Allah telah menciptakan manusia tidak lain hanya untuk beribadah kepada-Nya. Konteks ibadah sangat universal sekali, secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu yakni: 1) Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya; 2) Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi; 3) Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

Pada bagian ketiga dari definisi ibadah secara terminologi dijelas bahwa seluruh apa saja yang dicintai dan diridhai Allah adalah ibadah. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi siapapun untuk berkesempatan menjalankan perintah yang berupa ibadah. Salah satunya, sebagai seorang pelajar maka bentuk ibadahnya adalah belajar, sebagai seorang ilmuwan —orang yang memiliki ilmu banyak atau sedikit pun dan tidak harus orang yang sudah bergelar— bentuk ibadahnya adalah menularkan ilmu atau menyebarkan ilmunya. Bahkan seorang matematikawan pun harus menjalankan tugasnya sebagai ahli matematika.
Jadi di sini, dapat dikatakan bahwa beribadah adalah melakukan amalan-amalan yang disukai dan diridhai Allah sesuai kapasitas seseorang yang melakukannya. Tidak memaksakan untuk sama dengan kapasitas yang lainnya. Berbeda ketika seseorang sebagai kyai dan ilmuwan, maka bentuk ibadahnya pun berbeda. Ilmuwan tidak harus mengikuti bentuk ibadahnya seorang kyai dan begitu sebaliknya, namun apabila masih bisa tidak ada masalah.

Matematika adalah Tasbihku
Kita tenggok aktivitas seorang satpam, ketika ia disuruh memilih antara sholat jumat dan jaga keamanan. Apa yang dipilih seorang satpam? Ketika satpam memilih mengikuti sholat jumat berarti ia meninggalkan tugas untuk menjaga keamanan, dan ketika satpam memilih untuk menjaga keamanan maka pada saat itu juga ia meninggalkan kewajiban shalat jumat. Menurut saya, seorang satpam harusnya menomorsatukan tugasnya untuk menjaga keamanan selama ia tidak mendapatkan kesempatan untuk shalat jumat. Jadi, tasbih dari seorang satpam adalah tugasnya sebagai keamanan. Selama ia menjalankan tugasnya, selama itu pula ia memutas tasbihnya, dan selama itu pula ia melakukan ibadah.


Analogi di atas pun sama, seorang matematika pasti sangat kebingungan ketika orang bilang “matematika itu bukan ilmu akhirat, tidak akan menjadi pertanyaan kubur! dan juga matematika tidak ada manfaatnya buat keselamatan di akhirat nanti”. Pernyataan tersebut memang bisa benar bagi orang-orang yang tidak memahami terminologi agamanya. Orang-orang seperti inilah yang malah merusak agama (penyesatan agama). Sebab, ketidakpahaman mereka yang menjadikan salah kaprah dalam menjalankan perintah dan larangan Allah dan rasul. 


Memang sekilas matematika bukan ilmu akhirat, tapi matematika sebenarnya adalah bisa dikatakan sebagai ilmu akhirat dan ilmu dunia. Maksudnya, matematika atau ilmu-ilmu lainnya tidak mengenal yang namanya “ini ilmu akhirat atau ilmu dunia”. Tetapi yang paling penting adalah amaliah dari orang yang menggunakan ilmu tersebut untuk kepentingan dunia atau kepentingan akhiratnya. Contoh seorang ahli komputer ketika belajar bukan pelajaran agama yang ia pelajari, bahkan ilmu-ilmu yang diserap dalam mengembangkan ilmu komputernya berasal dari orang Barat, namun ia menggunakan ilmu komputernya untuk membuat software al-quran dan terjemah dan software tersebut digunakan oleh banyak umat Islam. Jadi kesimpulannya, apapun dan dari manapun awalnya, yang terpenting adalah manfaatnya. Apabila manfaatnya untuk kebaikan berarti ilmu tersebut dikatakan ilmu yang melancarkan kita di akhirat dan sebaliknya apabila manfaatnnya untuk keburukan berarti ilmu tersebut dikatakan ilmu yang tidak melancarkan kita di akhirat.


Kembali dengan masalah matematika, berarti ilmu matematika juga dapat menjadi tasbih kita dalam beribadah. Pahala-pahala dapat didapatkan dengan memutar asas manfaat matematika kepada kepentingan kebaiakan. Seorang matematika, tidak harus pusing kapan belajar ilmu agamanya, sebab selama ini belajar ilmu umum. Jadi yang harus dipikirkan adalah bagaimana seorang matematika dapat masuk surga dengan matematikanya. Karena matematika adalah media utamanya seorang matematika sendiri. 


Matematika dan Spiritualualitas
Pilar yang harus dikembangkan oleh seorang matematikawan muslim, yakni pertama, fikr atau berpikir, dalam hal ini seorang matematikawan tugasnya adalah belajar ilmu matematika secara teoritis. Kedua, dzikr atau mengingat nama Allah, pada tataran ini, seorang matematikawan seharusnya dapat mendekatkan dirinya kepada Allah dengan media matematika. Tidak lain, pada posisi inilah matematika dapat disebut sebagai tasbih manusia dalam beribadah, sebab kapasitasnya adalah matematikawan. Ketiga, akmal atau perbuatan baik, dimana seorang matematika berkewajiban pula sebagaimana kyai, yakni meamalkan ilmu atau pengabdian masyarakat, maksudnya bagaimana yang ia pelajari dapat memberikan manfaat bagi orang-orang disekitarnya. 


Kita periksa diri sendiri, mungkin Anda sekali dan bahkan saya sendiri merasakan bahwa selama ini hanya bisa menjalankan dua pilar, yakni fikr dan akmal, itu artinya kesempurnaan untuk menjadi seorang muslim dalam kapasitas seorang matematikawan belum tuntas. Untuk itu, matematika spiritual adalah ide dan tugas besar yang harus diusung dan diemban seorang matematikawan muslim saat ini.


Kisah seorang matematikawan muslim Khawarizmi, beliau menemukan angka “nol” dan hingga saat ini angka tersebut menjadi manfaat umat sedunia. Bahwa Khawarismi dikenal sebagai ulama muslim. Penemu teori Phytagotas yang karena teori tersebut kita dapat digunakan dalam dunia ilmu perbintangan, dan ilmu tersebut sangat bermanfaat bagi orang Islam ketika menentukan awal waktu shalat dan lain sebagainya. Ibnu Sina dengan ilmu kedokteran yang beliau kusai dan sekaligus belaiu adalah ulama muslim terdahulu.


Untuk menembus pilar dzikr, fikr, dan akmal khususnya pada pilar dzikr semestinya dapat kita renungkan dari kisah tokoh muslim atau non muslim di atas. Cerita teman saya, ketika dia membuat sebuah program matematika yang ia kembangkan dari konsep matematika, dan ketika ia memasukkan rumus-rumus ke dalam program yang ia buat, dia sempat berkata “subhanallah” begitu indahnya kedahsyatan Allah yang Dia sembunyikan di dalam teori matematika. Cerita lain, ketika teman-teman saya mengerjakan soal-soal matematika dan mereka menemukan jawabannya setelah berhari-hari mengerjakan mereka berkata “alhamdulillah ya allah, akhirnya saya diberi kekuatan untuk dapat menyelesaikan”. 


Perkataan-perkataan di atas, secara tidak sadar membawa mereka untuk berdzikir karena matematika. Rasa syukur dan tahjub atas kekuasaan Allah dan kebesaran Allah adalah bagian dari drikr. Jadi dengan matematika pun kita dapat menemukan Allah Yang Maha Agung. 


Harapannya, dengan bermatematika spiritual saya sangat berharap nantinya sebagai seorang matematikawa musllim harus berusaha mengembangkan pilar fikr, dzikr, dan akmal. Terserah mana yang lebih dahulu antara ketiga pilar tersebut, yang pasti adalah saling melegkapi. Tidak lain, dengan berbekal ilmu matematika atau bahkan ilmu lainnya tujuan kita yang utama adalah bagaimana dengan matematika atau ilmu lainnya kita dapat semakin tinggi tingkat kuantitas dan kualitas keyakinan kita kepada Allah swt. Semoga renungan ini bermanfaat untuk dibaca dan diamalkan. Amin…!

Malang, 04 Mei 2011

0 Komentar:

Copyright © 2012 Sanggar Baca Pustaka.